Beranda | Artikel
Larangan Menjalin Jari-Jemari (Tasybik) ketika Shalat
Selasa, 10 Maret 2020

Tidak menjalin (menganyam) jari-jemari (tasybik) termasuk adab yang ditegaskan oleh para ulama ketika seseorang pergi menuju masjid

Dalil-dalil yang melarang tasybik

Tidak menjalin (menganyam) jari-jemari (tasybik) termasuk adab yang ditegaskan oleh para ulama ketika seseorang pergi menuju masjid. Mereka berdalil dengan hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا توضأ أحدكم في بيته ثم أتى المسجد كان في صلاة حتى يرجع فلا يفعل هكذا وشبك بين أصابعه

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu di rumah, kemudian berangkat ke masjid, maka dia dalam kondisi shalat sampai dia kembali (lagi ke rumah). Maka janganlah melakukan hal ini.” Dia pun menjalin jari-jemarinya (tasybik). (HR. Ad-Darimi, 1: 267; Al-Hakim, 1: 206; shahih)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا ثُوِّبَ لِلصَّلَاةِ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا فَإِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ يَعْمِدُ إِلَى الصَّلَاةِ فَهُوَ فِي صَلَاةٍ

“Jika iqamat shalat telah dikumandangkan, maka janganlah kalian datang sambil berlari, namun datanglah dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan dari (imam) shalat, maka ikutilah, dan apa yang tertinggal, maka sempurnakanlah. Sebab bila salah seorang di antara kalian pergi untuk mendirikan shalat, maka dia dinilai sedang shalat.” (HR. Muslim no. 602)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan terlarangnya melakukan tasybik ketika berjalan menuju masjid dan juga ketika di masjid menunggu didirikannya shalat. Karena orang yang sedang berjalan menuju masjid dan menunggu didirikannya shalat, statusnya sama seperti orang yang sedang shalat. 

Larangan tasybik juga ditegaskan dalam beberapa hadits berikut ini.

حَدَّثَنِي أَبُو ثُمَامَةَ الْحَنَّاطُ، أَنَّ كَعْبَ بْنَ عُجْرَةَ، أَدْرَكَهُ وَهُوَ يُرِيدُ الْمَسْجِدَ أَدْرَكَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ، قَالَ: فَوَجَدَنِي وَأَنَا مُشَبِّكٌ بِيَدَيَّ، فَنَهَانِي عَنْ ذَلِكَ وَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى الْمَسْجِدِ فَلَا يُشَبِّكَنَّ يَدَيْهِ فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ

Dari Abu Tsumamah Al-Hannath, bahwasanya Ka’ab bin ‘Ujrah pernah menjumpainya hendak pergi ke masjid, salah satunya bertemu dengan temannya. Kata Abu Tsumamah, Ka’ab mendapatiku sedang tasybik, maka dia melarangku berbuat demikian. Dan dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian berwudhu, lalu dia membaguskan wudhunya, kemudian pergi menuju masjid, maka janganlah dia melakukan tasybik. Karena dia dianggap sedang shalat.” (HR. Abu dawud no. 562, At-Tirmidzi no. 386, shahih)

سَأَلْتُ نَافِعًا، عَنِ الرَّجُلِ يُصَلِّي، وَهُوَ مُشَبِّكٌ يَدَيْهِ، قَالَ: قَالَ ابْنُ عُمَرَ: تِلْكَ صَلَاةُ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ

Dari Isma’il bin Umayyah, “Aku bertanya kepada Nafi’ tentang orang yang shalat dengan melakukan tasybik.” Nafi’ menjawab, “Ibnu ‘Umar pernah berkata bahwa itu adalah shalatnya orang yang dimurkai (yaitu orang Yahudi, pent.).” (HR. Abu Dawud no. 993, shahih)

Al-Khaththabi rahimahullah berkata,

“Yang dimaksud dengan tasybik adalah memasukkan (menganyam) sebagian jari-jemari ke sebagian jari-jemari yang lain. Sebagian orang melakukannya secara sia-sia saja. Sebagian orang terkadang membunyikan (ruas) jari-jemarinya ketika Engkau menjumpai mereka sedang berbaring atau terlentang. Terkadang seseorang duduk, kemudian melakukan tasybik dan bersandar dengan kedua tangannya, karena ingin duduk santai. Dan terkadang hal itu menyebabkan datangnya rasa kantuk, sehingga menjadi sebab batalnya wudhunya.” (Ma’aalim As-Sunan, 1: 295)

Baca Juga: Kapankah Seseorang Dikatakan Mendapati Shalat Jama’ah?

Kapan diperbolehkan melakukan tasybik

Terdapat hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, tentang kisah sahabat Dzul Yadain berkaitan tentang sujud sahwi (ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lupa ketika shalat isya’ karena setelah mendapatkan dua raka’at, beliau lansgung salam). Di dalam hadits tersebut terdapat lafadz,

فَصَلَّى بِنَا رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ فَقَامَ إِلَى خَشَبَةٍ مَعْرُوضَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّه غَضْبَانُ وَوَضَعَ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

“Beliau shalat bersama kami dua rakaat kemudian salam. Kemudian beliau mendatangi tiang yang tertancap di masjid. Beliau lalu bersandar pada kayu tersebut seolah-olah sedang marah dengan meletakkan lengan kanannya di atas lengan kirinya, serta melakukan tasybik … “ (HR. Bukhari no. 482 dan Muslim no. 573)

Al-Bukhari rahimahullah meletakkan hadits ini di kitab Shahih-nya di bawah judul bab,

بَابُ تَشْبِيكِ الأَصَابِعِ فِي المَسْجِدِ وَغَيْرِهِ

“Bab men-tasybik jari-jemari di dalam masjid dan selain masjid.” 

Ibnu Jama’ah rahimahullah berkata, “Mungkin maksudnya adalah boleh secara mutlak. Hal ini karena jika boleh dikerjakan di masjid, maka di selain masjid tentu saja lebih-lebih lagi bolehnya.” (Taraajim Al-Bukhari, hal. 129)

Dan bisa jadi maksud dari Imam Al-Bukhari adalah menyanggah orang yang berpendapat terlarangnya men-tasybik jari-jemari dan menjelaskan bahwa larangan dalam masalah itu tidak hadits yang valid. 

Sebagian ulama berkata bawa tidak ada pertentangan antara hadits-hadits yang melarang tasybik dengan hadits yang membolehkan tasybik. Hal ini karena tasybik tersebut terjadi setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap shalatnya telah selesai (karena ketika itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lupa), maka statusnya sama dengan orang yang benar-benar telah selesai shalat. Adapun hadits khusus yang berisi larangan tasybik berkaitan dengan orang yang sedang mendirikan shalat, karena hal itu termasuk perbuatan sia-sia dan tidak mendukung kekhusyu’an dalam shalat. Atau larangan tasybik tersebut berkaitan dengan orang yang sedang pergi menuju masjid. Karena jika hati itu khusyu’ ketika shalat, maka akan tercermin dalam khusyu’-nya anggota badan secara keseluruhan. 

Bolehnya tasybik selesai shalat juga ditunjukkan oleh hadits yang lain. Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابِعَهُ

“Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan satu sama lain.” Kemudian beliau melakukan tasybik.” (HR. Bukhari no. 481)

Yang perlu diperhatikan, sebagian orang shalat juga berbuat sia-sia dengan menekuk atau melipat ruas-ruas jarinya sehingga menimbulkan bunyi (suara). Ini juga perbuatan sia-sia yang seharusnya ditinggalkan, sebagaimana perkataan Al-Khaththabi di atas. Karena sekali lagi, jika hati itu khusyu’, maka akan tercermin dalam khusyu’-nya seluruh anggota badan yang lain.

Baca Juga:

[Selesai]

  • ***

@Rumah Kasongan, 27 Jumadil awwal 1441/ 21 Januari 2020

Penulis: M. Saifudin Hakim


Artikel asli: https://muslim.or.id/55118-larangan-menjalin-jari-jemari-tasybik-ketika-shalat.html